MAUKAH KAMU JADI MURID DI ZAMAN VICTORIA?: Pelajaran yang asyik untuk diketahui!
Judul asli: You Wouldn't Want To Be a Victorian Schoolchild!: Lessons you'd rather not learn
Penulis: John Malam
Ilustrator: David Antram
Penerjemah: Nike Sinta Karina
Terbit: Jakarta, Erlangga for Kids, 2003, 32 hal
ISBN 979-781-813-6

Harga: Rp.16.000,00
Jenis: Buku non fiksi anak-anak bergambar

Saya cenderung lebih tertarik pada fiksi, tapi suatu hari tiba-tiba malah menjangkau buku ini karena penasaran dengan judulnya ditambah kovernya menampilkan dua anak zaman Victoria yang sedang dihukum. Dulu waktu remaja, saya pernah dipinjami buku-buku seri Horrible Histories karya Teary Deary (sp?). Buku-buku itu bisa menyajikan sisi dari sejarah dengan menarik, karena penulis menaburinya dengan detil-detil mengejutkan (bagi anak-anak). Nah, buku "MAUKAH KAU JADI MURID DI ZAMAN VICTORIA?" serupa dalam hal ini.

Bagaimana seandainya kamu (pembaca) adalah murid di zaman Victoria? Buku ini menceritakan apa yang akan kamu alami sehari-hari. Dimulai dari sebelum berangkat sekolah, kemudian bel masuk pukul 9, pencatatan kehadiran, dilanjutkan dengan pelajaran-pelajaran. Ada juga bagian mengenai apa yang dilakukan saat istirahat siang, apa hadiah kalau berprestasi, apa hukuman kalau nakal. Terakhir diceritakan apa yang terjadi jika ada penilik sekolah datang, dan bagaimana rekreasi atau pesta sekolah pada akhir tahun sekolah.

Bagian asyiknya adalah membandingkan pengalaman kamu (sebagai pembaca) di zaman tersebut dengan yang dialami di kehidupan sebenarnya di zaman sekarang. Misalnya di zaman itu, ada pemeriksaan kutu sebelum pelajaran dimulai, pemisahan kelas anak laki-laki dan perempuan, serta pelajaran dasar adalah menulis, membaca, dan menghitung. Diberitahukan juga apa permainan yang dulu umum dimainkan, dan yang tidak berubah dari dahulu sampai sekarang adalah adanya anak-anak nakal yang mengganggu anak lain.

Ilustrasi yang rata-rata mengisi lebih 50% halaman buku juga tak kalah menarik. Pembaca akan asyik mengamati gambar-gambar peralatan kelas yang jauh berbeda dengan zaman sekarang, gaya berpakaian orang-orangnya, dan banyaknya adegan-adegan lucu, seperti anak yang tak sengaja menumpahkan tinta. Oh ya, sebagian teksnya juga lucu, misal pada sidebar di hal 18, "PENGETAHUAN UMUM. Pada pelajaran ini, kamu belajar tentang hal-hal yang tak begitu penting. Misalnya, suara bebek tidak bergema, dan bintang laut tidak punya otak." (Ha ha ha....)

Kalau diperhatikan, judul asli dan subjudul asli buku ini berupa bentuk kalimat negatif. Biasanya anak-anak --kadang orang dewasa juga-- kalau diberitahu sesuatu tidak bagus atau jangan dilakukan, malah kepengen tahu. Entah mengapa terjemahannya berubah menjadi bentuk positif. Untung sama menariknya.

Pada sampul depan, ejaan yang dipakai adalah "Victoria", tapi di halaman judul serta halaman informasi penerbitan (kolofon) ejaan yang dipakai adalah "Viktoria". Mana yang benar? Terlepas dari kekurangan tadi, buku ini asyik dibolak-balik walau buat memandangi ilustrasinya saja. Tapi saya yakin pembaca kecil juga akan tertarik untuk membaca teksnya yang tak kalah seru. Buku-buku lain di seri "Maukah Kamu Jadi..." menceritakan kejadian sehari-hari orang biasa di suatu zaman sejarah, misalnya kehidupan seorang Viking, kehidupan seorang pekerja pembuat rel kereta api, dll.

Untuk melengkapi, seandainya saja ada penulis dan ilustrator Indonesia yang mau melakukan riset serta membuat buku macam ini tapi yang lebih dekat dengan sejarah Indonesia.

BOCAH-BOCAH DI PAGAR
Pengarang: Yuli Anita Bezari

Terbit: Bandung, DAR! Mizan, Februari 2007, 152 halaman
ISBN 978-979-752-658-0
Jenis: Novel anak

Salah satu tekanan pada anak sekolah adalah nilai pelajaran. Yang belum bagus dituntut memperbaiki, sedang yang sudah bagus diharapkan lebih bagus lagi, atau setidaknya mempertahankan. Kadang isu ini tidak terkait masalah hadiah atau hukuman dari orang tua, tapi yang lebih sering adalah pandangan-pandangan orang di sekeliling yang tanpa sadar memberi tekanan pada anak, misal sesama teman "Nilai ulangan kamu berapa? Aku seratus," atau dari guru, "Kok nilainya turun?" atau dari orang tua, "Kok sepuluh besar aja nggak masuk?" Kadang ada murid yang akhirnya cuek dan bersikap seadanya, ada juga yang berusaha dengan sekuat tenaga. Yang jadi masalah, kalau ia menghalalkan segala cara untuk mengejar nilai tersebut.

Kemala anak pintar yang selalu mendapat peringkat juara di kelas. Tapi ia tidak mau berbagi ilmu dengan teman karena takut disaingi. Ia juga memasang tembok kotak pensil di meja karena khawatir teman sebangkunya mencontek. Suatu hari ia menyembunyikan buku perpustakaan dan teman-temannya tidak bisa mengerjakan PR karangan, sedangkan ia mengerjakan karangan yang terbaik. Ketika teman-temannya tahu, mereka marah sehingga Kemala tidak diterima di kelompok manapun untuk tugas selanjutnya. Dalam kesendiriannya tersebut Kemala berinteraksi dengan tiga anak kecil di balik pagar rumahnya, dan akhirnya menyadari bahwa ilmu itu bukan untuk disimpan sendiri tapi untuk dibagi.

Ok, pesan ini disampaikan dengan cara yang bagus. Penulis menggunakan simbol kotak pensil yang ditegakkan antara Kemala dan teman sebangku sebagai "tembok" dalam diri Kemala. Ketika kotak pensil ini jatuh terhempas dan rusak, Kemala tidak marah pada teman yang telah menyenggolnya. Ini sekaligus menunjukkan bahwa Kemala sudah berubah di dalam. Yang saya rasa agak dipaksakan adalah objek fisik lain yaitu pohon mangga di halaman Kemala. Pohon ini selalu menggugurkan daun kering sepanjang waktu sehingga membuat jengkel Kemala, tapi ayahnya tidak mau menebang pohon itu. Kata Ayah, Kemala harus mencontoh pohon itu, dan sepanjang cerita Kemala menebak-nebak apa maksud ayahnya. Di samping analogi yang kurang pas, sepintas kesannya si tokoh Ayah jadi seperti tokoh misterius serba tahu yang tugasnya dalam cerita hanyalah memberikan ungkapan-ungkapan yang juga misterius. Entahlah, tapi in cuma pendapat pribadi.

Bab pertama berjudul Tembok Mini, sebanyak 3 lembar termasuk ilustrasi. Menurut saya harusnya bab itu dipangkas dan isinya diselipkan di bab selanjutnya, karena bab satu ini cuma penjelasan, penjelasan, dan penjelasan. Memang pengarang berupaya menulis dengan lincah, tapi khawatirnya ada pembaca kecil yang melihatnya sudah malas, padahal bagian selanjutnya menarik.

Tokoh Kemala mudah dipahami mengenai ambisinya ingin selalu mendapat nilai terbaik. Peresensi juga pernah waktu kecil harus mengajari orang dengan terpaksa, dan berlaku [agak] judes seperti Kemala. Cuma, separuh awal buku, saya masih ragu-ragu untuk menyukai tokoh ini. Seandainya ditunjukkan sedikit saja sesuatu yang bisa disukai dari Kemala, walaupun ia bersikap jahat dalam hal lain. Dan satu lagi, seandainya saja ada salah ilustrasi yang menunjukkan bentuk sayur yang harus dicari Kemala, yaitu bunga turi, gabah, daun dan biji melinjo (terutama bunga turi). Soalnya mungkin banyak pembaca seperti ibu Kemala yang tidak tahu bentuk bunga turi. Tapi peresensi yang satu ini kebanyakan permintaan. Ayo carikan buku ini untuk Anda sendiri atau untuk putra-putri Anda.

Sang Penyihir Beraksi

SANG PENYIHIR BERAKSI
Judul Asli: Wizard at Work
Penulis: Vivian Vande Velde
Penerjemah: Evi Sofiawati
Little Serambi, Cet 1, Desember 2006, Jakarta, 180 halaman
ISBN 979-1112-06-1
Rp 19.900,00

Satu-satunya karya Vivian Vande Velde yang pernah saya baca adalah buku fiksi remaja "Jangan Percaya pada Orang Mati" (judul asli: "Never Trust a Dead Man") yang diterbitkan Grasindo di tahun 2003. Buku itu menggabungkan unsur cerita fantasi dan detektif dengan apik. Cuma sayangnya dahulu sampulnya tidak menarik ditambah penerjemahannya yang kadang kurang mulus. Sekarang Little Serambi memutuskan untuk menerbitkan karya Velde yang lain, kali ini untuk pembaca yang lebih muda, "Sang Penyihir Beraksi", dan untungnya tidak ada masalah mengenai desain sampul ataupun penerjemahan.

Seorang penyihir muda bekerja sebagai pengajar di sekolah sihir. Ketika libur, sebenarnya ia hanyalah seorang yang ingin bersantai di pondoknya, memancing, dan berkebun. Tetapi orang-orang dari berbagai negeri datang mengganggunya untuk meminta bantuan. Ada putri yang minta dibebaskan dari kurungan ibu tiri dan saudara tiri kejam. Ada kota yang diganggu sekelompok kuda bercula satu (=unicorn?). Ada Pangeran ingin menyelamatkan putri yang diculik naga. Ada seorang bangsawan yang diganggu hantu. Dan ada Raja dan Ratu yang ingin putrinya cantik dan menarik. Di akhir cerita, sang Penyihir menemukan kejutan untuk dirinya sendiri.

Yang membuat buku ini menarik adalah unsur-unsur dongeng (barat) yang banyak dipelintir. Ada bagian yang menceritakan tentang putri cantik yang (katanya) dikurung oleh ibu tiri kejam dan saudara tiri buruk rupa, rupanya kejadian sebenarnya tidak begitu. Kemudian ada juga mengenai cermin yang suka mengumumkan siapa yang paling cantik, asal asul tiga biji kacang yang dimiliki Jack, dlsb.

Selain itu sang Penyihir --yang entah mengapa penulis tidak memberitahu pembaca namanya-- memiliki karakter yang lucu. Ia sangat sarkastik dan suka menghakimi orang lain terlalu dini. Di bagian awal, seorang ibu menegurnya karena sifatnya ini. Walaupun selalu bersedia membantu orang lain dan banyak akal, dalam hatinya ia menggerutu karena merasa dimanfaatkan. Mungkin ini bisa dimaklumi karena sebenarnya ia ingin istirahat, di samping orang-orang yang dibantunya tidak pernah menunjukkan rasa terima kasih. Berikut ini kutipan (hal 75-76) ketika sang Penyihir duduk di gudang dan melihat ke luar jendela bahwa ada tamu mendekat:
'Seorang pangeran, pikirnya, karena anak muda itu menunggang kuda. Rakyat jelata biasanya berjalan kaki. Saat anak muda itu mendekat, ia bisa melihat pakaiannya yang terbuat dari satin dan sutra. _Ya_, pikirnya, _seorang pangeran_. Saat si tamu semakin mendekat, ia bisa melihat wajahnya yang congkak dan penuh percaya diri. _Ya_, pikirnya, _pastilah seorang pangeran_.'

Buku ini lebih seperti kumpulan cerita pendek dibanding sebuah novel. Memang ada bab pembuka dan ada bab penutup, tapi benang merahnya tipis. Seandainya ada yang menyelipkan satu atau dua bab tambahan di tengah, pembaca tidak akan tahu. Begitu pula jika bab mengenai kuda bercula satu atau bab mengenai kastil berhantu dibuang, pembaca juga tidak akan tahu. Karena tiap cerita hampir utuh sendirinya, maka bisa dibaca per bab jika tidak punya banyak waktu.

Bacaan ini cocok untuk kamu yang suka cerita fantasi ringan yang dibumbui humor. Buku lain yang sejenis dalam hal bersinggungan dengan dongeng-dongeng dengan 'twist' tak terduga baru-baru ini adalah "The Sisters Grimm: Petualangan Detektif Dongeng" oleh Michael Buckley, penerbit Qanita. Salah satu bedanya, "Petualangan Detektif Dongeng" adalah novel [serial], sedangkan "Sang Penyihir Beraksi" lebih mirip kumpulan cerita.

Newer Posts Older Posts Home